Salah Baca, Keluar Kelas


     Gue sudah sering banget mendengar kalimat “Budayakan membaca”, kalimat yang tentunya sangat klise dan memang sering didengar oleh banyak orang. Sekarang gue sadar bahwa ungkapan tersebut bukan kalimat kosong belaka, memang isinya sarat makna. Karena jika kita salah baca, kita bisa terjerumus melakukan kesalahan, masih untung jika itu kesalahan sepele, kalau fatal? Parah kan?

     Kejadian tidak mengenakkan menimpa gue ketika gue “tidak membudayakan membaca”. Begini ceritanya, Minggu malam, tanggal 8 Januari, atau tepatnya tadi malam gue sedang searching di google untuk mencari informasi tentang semi final leg kedua antara Vietnam vs Indonesia. Di saat scrolling informasi, pin notifikasi tim sepakbola favorit gue aktif karena kedua tim tersebut akan bertanding, tepatnya Timnas Indonesia vs Vietnam dalam Semi final AFF, dan Barcelona vs Atletico Madrid dalam La Liga Spanyol, di sinilah letak kesalahan gue, juga awal dari semua masalah di hari ini (Senin, 9 Januari 2023).

     Gue kira Barcelona vs Atletico Madrid adalah lanjutan dari Coppa Del Rey (Kompetisi Piala Raja Spanyol) yang belakangan ditayangkan di RCTI dan iNews Tv, namun ternyata bukan, melainkan lanjutan La Liga (Liga Spanyol) yang tidak ditayangkan di TV lokal, kalaupun mau streaming gue malas karena sinyal gue suka kumat-kumatan. Gue bangun pukul 02.15 menunggu match tersebut berlangsung pada pukul 03.00, namun anehnya, dalam kurun waktu kurang setengah jam biasanya sebelum match berlangsung aka nada dialog antara komentator, ini tidak. RCTI justru menayangkan sinetron tengah malam recorded (rekaman doang, udah nggak tayang di era sekarang). NGABRUT! Setelah gue cek di Google lagi, ternyata benar… gue salah paham. SIALANNNN.

“Oalah ternyata La Liga, gue kira Coppa, sial,” kata gue, mbatin.


     Gue pun melanjutkan bobok cantik, nggak, sorry, bobok handsome. Dan terbangun di waktu subuh, alias gue cuma nyambung tidur selama 1,5 jam. Lalu, gue mandi, salat subuh, lanjut tidur. Kalau lo cowok, mungkin lo paham mengapa gue mandi jam segitu, nah… loh.

     TAPI BUKAN ITU PETAKA SESUNGGUHNYA…
     Setelah melanjutkan bobok handsome, alarm gue berbunyi, gini bunyinya:
“UDAH JAM SETENGAH TUJUH MAU BANGUN NGGAK?!?!” sambil melakukan jurus tapak bokong yang mengagetkan, ya… itu suara Nyokap.
Mata gue dengan terpaksa melek walaupun setengah riyep-riyep, tinggal setengah watt. Gue membuka handphone, benar sudah jam setengah tujuh, gue cuci muka, ganti baju, sarapan, berangkat sekolah. Ini masih belum apa-apa…. Masih belum….

     TIDAK ADA KEBETULAN DI DUNIA INI
     Gue percaya bahwa tidak ada yang namanya kebetulan di dunia ini, semua kejadian memang sudah diatur sedemikian rupa, sudah digariskan takdirnya, akan terjadi di waktu yang tepat. Apa pun itu. Ditambah, setelah gue membaca buku Filosofi Teras, gue semakin yakin bahwa segala kejadian di alam semesta ini punya keterkaitan satu sama lain, sesuatu yang sudah terjadi di masa lalu dan sedang terjadi pada detik ini juga adalah hal tidak terhindarkan karena merupakan mata rantai dari peristiwa-peristiwa sebelumnya.

     Ini juga terjadi pada gue, tepatnya kelanjutan karena persoalan bola tadi malam. Saat pelajaran pertama di sekolah hari ini, Qiroatul Quran, selesai dan Pak KH Abdurahman sudah meninggalkan kelas, Ustaz Mahsun memanggil gue dan Nabil untuk sebuah keperluan.

“Ada apa, Pak?” tanya gue.
“Ini saya minta tolong hantarkan undangan expo kampus minggu depan ke universitas-universitas yang ada di catatan ini,” jawab Ustaz Mahsun sambil memberikan catatan universitas mana saja yang harus kami tuju. “Gimana?” tambah beliau.
“Wah, dengan senang hati, Pak,” jawab Nabil antusias, ditambah dengan hasrat kuat untuk meninggalkan kelas karena pelajaran selanjutnya adalah Matematika dan Ekonomi Akuntansi, bencana otak.
“Oke, ini undangannya, dan ini uang bensin,” ujar beliau sambil menyodorkan benda penuh amanat tersebut.
“Baik, Pak, laksanakan!”
“Surat izin keluar kelasnya nanti saya urus, sana berangkat!”
There he is, gue dan Nabil kembali team up dalam sebuah misi, setelah sekian abad tidak menjalani misi bersama, buset.

     DI SINILAH SEMUA ITU DIMULAI
     Kampus demi kampus berhasil tercentang dan misi hampir bisa dikatakan tuntas meski ada beberapa hal yang agak “mengesalkan” selama misi berlangsung. Mulai dari salah satu kampus yang kebanjiran, sehingga mengharuskan gue dan Nabil melepas sepatu saat masuk ke ruang receptionist-nya. Sampai ke satpam songong yang ngatain gue buta aksara. Ya, walaupun itu karena salah gue sendiri sih.

“Masnya bisa baca nggak? Itu di sana tempat parkirnya? Pada mau ngapain ke sini?” kata satpam songong tersebut.
“Oh iya, Pak Satpam, maaf.” gue kemudian memindahkan sepeda motor gue.
“Ada perlu apa kalian ke sini?” tanya satpam lagi.
“Mau nganter undangan buat..” belum selesai Nabil bicara, satpam itu sudah melenggang pergi ke langit ketujuh, bangke.
“Udahlah biarin aja,” kata gue, sambil mencoba mengingat ajaran filosofi teras berupa pengendalian emosi negative, emosi negative gue mengatakan kalau satpam itu songong, namun setelah gue pikir lagi, dia bukan songong, melainkan tegas. Selain itu, ini kan memang salah gue? Haha.


     Itu belum seberapa…
     Satu undangan tersisa, tertulis UIN KH. ABDURRAHMAN WAHID, AKA UIN GUS DUR (dulu IAIN PEKALONGAN). UIN GUS DUR punya dua kampus, lebih tepatnya karena kampus pertama mereka di daerah Panjanng sering terkena banjir rob, maka dibangunlah gedung kampus baru di daerah Bojong. Sebelum sempat pergi, gue minta saran ke Bang Khamid, yang juga mahasiswa kampus tersebut, apakah gue harus ke kampus utara (Panjang) atau kampus selatan (Bojong), Bang Khamid bilang dua-duanya bisa. Lalu, gue minta saran ke kakak kelas gue, Huda, yang juga mahasiswa di sana. Kali ini jawabannya beda.

“Kampus Panjang, Zim, kata Kating gue,” jawab Huda.
“Oke makasih.”
“Kita ke Bojong,” kata gue enteng.
“Goblok.”
Itulah gue, selalu melakukan sebaliknya.
Di tengah perjalanan…
Klinting… Handphone gue berbunyi, WhatsApp dari Huda.
“Kampus Bojong ternyata, Zim.”
“Sudah kuduga.”

    Gue dan Nabil sampai di kampus Bojong, berhenti di pos satpam. Firasat gue langsung nggak enak.
“Permisi, Pak, mau tanya.” Gue memulai hubungan baru, sorry salah, memulai percakapan dengan kedua satpam tersebut.
“Iya, ada apa?” jawab salah satu satpam manis, gue jadi ngeri. Jangan-jangan ini siluman permen milkita.
“Untuk surat menyurat dengan kampus ini apa bisa di kampus sini (Bojong)”
“Wah, kalau surat menyurat sampai sekarang ini masih di kampus Panjang sana, Dek.” Antiklimaks. Sang Siluman Permen Milkita mendadak berubah rasanya jadi asin.
“Oh…”
“Apa gue bilang?” sekarang Nabil yang jadi siluman, siluman baja hitam, eh?
“Ya udahlah, ambil hikmahnya aja. Kan jadi lebih lama di luar, nggak usah masuk kelas,” kata gue mengentengkan situasi, atau memperkeruh?
“Yaudah.”

    INI YANG KALIAN TUNGGU
    Dalam perjalanan menuju kampus Panjang, gue dan Nabil singgah terlebih dahulu di Masjid untuk menunaikan salat zuhur. Anak saleh gitu loh. Setelah salat perjalanan dilanjutkan, di sinilah petaka sesungguhnya terjadi. Gue yang dini hari sempat terbangun untuk nonton bola tapi nggak jadi, kumat ngantuknya, ditambah dengan energi yang terkuras akibat bolak-balik dari satu kampus ke kampus lain di se-antero Pekalongan ini.
Saat melintasi lampu lalu lintas Bendo, mata gue mulai kehilangan kendali. Visualisasinya mulai nggak jelas, alias ngeblur.


“Bil, kayaknya gue ngantuk nih.”
“HAH.” Jawaban yang sudah gue duga.
Disebabkan jawaban Nabil yang mengindikasikan dia nggak dengar ucapan gue, gue nekat melanjutkan perjalanan. Lalu… terjadilah….

    Mata gue terlelap, gelap semua, sampai sebuah suara membangunkan gue. GUBRAK!!! PYARRR!!! Tepat di depan Mall Transmart, seorang anggota TNI yang menaiki sepeda motor matic tertabrak sepeda motor gue, bapak-bapak TNI tersebut mental dari sepeda motornya, sementara sepeda motornya mengalami pecah kaca spion.
Gue langsung melek, turun dari sepeda motor gue menolong anggota TNI tersebut. Sang Tentara marah besar.

“Kamu gimana sih jalannya? Yang bener dong!” kata beliau sambil memasang wajah kesal dan mata melotot.
“Maaf, Pak, saya tidak sengaja,” kata gue menyelamatkan diri, padahal gue mengantuk.
“Untung aja kamu anak sekolah, kalau bukan sudah saya hantam,” lanjut Sang Tentara, mencoba meruntuhkan mental gue. Namun, sayangnya mental gue nggak semudah itu roboh, mental gue sekarang sekuat Vibranium (salah satu besi terkuat di Marvel Universe).


    Ini real coy, gue nggak bohong, beliau benaran ngomong begitu. Kalimat yang sangat klise, sering gue dengar di film bertema bully, dan gue tahu itu cuma gertakan belaka agar gue nggak mengulangi kesalahan fatal ini. Meski tahu kalau itu hanya gertakan, gue pura-pura polos, ditambah karena gue masih punya urusan ke Panjang, jadi gue nggak mau urusan ini jadi panjang, eh gimana?

     Oke gue ulangi. Gue pura-pura polos karena tidak mau urusannya jadi ribet dan gue lama di jalan karena diomeli beliau doang. Gue mengiyakan semua omongan beliau, sampai-sampai gue lupa mau nulis apa lagi yang beliau omongin. Yang gue ingat Cuma ini:
“Bisa push up nggak?” tanya Sang Tentara.
“Bisa, Pak,” jawab gue gemetar.
“Push up sekarang, sebisamu!”
Gue melaksanakan perintah tersebut, hitung-hitung permintaan maaf dan penebusan kesalahan atau apalah namanya. Gue push up sebanyak 13 kali. Lalu, bangun dan mendengarkan beliau “menasihati” gue lagi.
“Iya, Pak.”

    Tentara tersebut kemudian pergi, punggungya mulai tak terlihat di perempatan Ponolawen arah kantor DPRD Pekalongan. Gue dan Nabil melanjutkan perjalanan. Sambil merenungi kejadian tadi… gue sadar sesuatu.

“Nggak lagi-lagi deh gue nyetir sambil ngantuk.”
“Lo sih…”
“Udah udah lupain ayo lanjut ke Panjang.”
Misi selesai, semua undangan terselesaikan. Akhirnya, meski gue keluar kelas, gue tetap mendapatkan pelajaran (hidup). Jangan berkendara saat mengantuk, atau lebih ke makanya baca dulu goblok, biar ga salah paham, jadinya lo ngantuk di jalan dan nabrak tentara kan…….
    Akhirnya, gue semakin yakin bahwa di duni ini tidak ada yang namanya kebetulan. Semua kejadian ini runtut, berada dalam satu timeline lurus. Mulai dari gue salah baca La Liga jadi Coppa Del Rey, sampai ke berangkat sekolah, di sekolah disuruh keliling kota, di jalan ngantuk, sampai puncaknya nabrak anggota TNI. Untung beliau nggak bawa M4, bisa tewas gue.

   Bahkan, sebelum semua kejadian di atas terjadi, ada latar belakang lain yang memengaruhinya. Yaitu gue yang punya rencana untuk menulis kejadian-kejadian yang gue alami di masa lalu karena belakangan ini tak ada yang menarik untuk gue tulis, akhirnya... terjadilah rentetan peristiwa ini. Boom! Kebetulan? Bukan! Memang sudah garis timeline-nya!

    Buat lo, teman gue, di mana pun kalian berada, kapan pun waktunya, keep safety guys! Jangan jadi kayak gue… Atau setidaknya jangan nabrak tentara di depan Mall, mental lo bakalan diuji. Salam goblokers!

Komentar

Postingan Populer