Sepenggal Kejadian di Hari Ahad

Pagi yang cerah. Matahari bersinar ceria. Hangat udaranya merambat ke seluruh permukaan bumi Kertijayan dan sekitarnya. Seperti biasa, gue bersiap-siap untuk berangkat ke sekolah. Dengan seragam Pramuka yang masih kinclong, beserta hasduk yang mengkilau, gue bersalaman dengan nyokap dan bokap. 
"Assalamu'alaikum." ucap gue.
"Waalaikumussalam, hati-hati di jalan. Knalpot motornya jangan dipatahin lagi!" bokap menjawab.
Sepeda motor gue memang seminggu yang lalu knalpotnya patah, karena kecerobohan gue memacu kecepatan hingga batas landas kontinen, eh, bukan itu maksud gue.

Kembali ke topik. Gue berangkat dengan senyuman yang merekah. Di sepanjang perjalanan angin pun tidak terlalu kencang berhembus, seperti menikmati cuaca hari ini. Gue sampai di sekolah dan melihat sesuatu yang aneh. Ya, itu dia hal anehnya. Ketika gue sampai di tangga, gue bertemu Arjun yang tidak biasanya berangkat pagi. Pertanda buruk.
"Tumben lo jam segini udah berangkat? Pertanda buruk nih!" kata gue.
"Ya, gue udah di ruangan osis dari jam 6." Arjun menanggapi pertanyaan gue dengan mantap.
Perasaan gue yang tadinya senang sumringah tiba-tiba berubah. Gue rasa bakalan ada sesuatu yang buruk terjadi hari ini. 
"SELAMATKAN NYAWA KALIAN! THANOS AKAN MENGINVASI BUMI! KANG THE CONQUEROR AKAN DATANG DARI MULTIVERSE! DORAEMON BAKALAN MENGUASAI GALAKSI! ASBIQ NAFIS AKAN MEMBANGUN KEKAISARAN DI BUARAN!!!!" gue berteriak kencang di lantai dua tepat di depan ruang kelas gue, memperingatkan seluruh warga sekolah. Namun, mereka belum nampak batang hidungnya.
"Gak jelas lo." Arjun menatap gue sinis. Lebih sinis dari rentenir yang kesal.
Tak lama kemudian Nabil datang menghampiri gue. "Bikin cerita lagi dong, Zim!" ucapnya antusias. Gue menanggapinya dengan santai, "Ambil napas dulu dong. Gue mau istirahat dulu, gue mau belajar, gue mau bantu Doraemon buat..." belum selesai gue berbicara, Nabil memotong. 
"STOP!" katanya tegas, namun cengengesan.

Setelah Nabil datang, tak berselang lama anak-anak lain datang. Bel sekolah pun berbunyi mengiringinya.
Dan seperti hari-hari lainnya, kami melaksanakan doa pagi di halaman madrasah. Dan seperti hari-hari lainnya pula, gue hanya melongo nggak ikut berdoa, jangan ditiru ya teman-teman. Selesai berdoa, siswa tidak diperbolehkan langsung masuk. "Waduh, pertanda buruk kedua, nih." batin gue.
"Anak-anak yang pakai hasduk mohon untuk ke depan." Pak Yulianto, sang guru penjas yang humoris dengan wajah seriusnya menyuruh anak-anak yang berhasduk untuk ke depan. Kenapa yang taat peraturan justru disuruh ke depan? Gue bertanya-tanya dalam hati.

Ternyata dugaan gue salah. Gue dan beberapa anak lain yang mengenakan hasduk justru disuruh melakukan pemeriksaan terhadap mereka yang tidak berhasduk, inspeksi dadakan!
"Lihat nih, mereka pakaiannya lengkap. Pramuka beserta atributnya. Lah, kalian mana? Kok nggak berhasduk?" tambah Pak Yulianto.
"Alhamdulillah, gue berhasduk." gumam gue sembari menjulurkan lidah kepada Arjun dan Aufa.
"Lihat mereka, Bil. Pecundang. HAHAHA." tambah gue.
"Iya, ya. PE... CUN.... DANG.... HAHAHA." Nabil menanggapi gue dengan tawa yang aneh. Lebih mirip dengan tikus kejepit keju karena gagal mengambil jebakan tikus. Eh?
"Sialan, kok dia hoki banget sih?" Arjun mengeluh kesal.
Setelah semuanya diperiksa, selanjutnya mereka semua dihukum baris berbaris layaknya anak PKS dan Pramuka. Mereka disuruh bolak-balik. Langkah tegap maju jalan - balik kanan langkah tegap maju jalan. Begitu terus sampai mereka kelelahan. Pelanggar aturan harus dihukum sampai jera!
Salah satu kakak kelas gue yang satu kampung dan sering bermain bola bersama gue, Akrom, berteriak ke gue, "Ini mau ngapain sih!?" 
Gue sama sekali nggak menjawabi pertanyaannya. Gue hanya diam, stay cool. Cool-huwallahu ahad. Allahu shomad. Lam yalid wa lam yuulad. Walam yakullahuu kufuwan ahad. PERGI LO SETAN! Kemudian gue melanjutkan instruksi. 
"Balik kanan, langkah tegap maju... JALAN!" suara gue sampai serak karena mengulang-ulang kalimat ini.
"Sudah, Zim. Bubarkan." perintah Pak Yulianto. Alhamdulillah.... AKHIRNYAA. Gue dan Nabil melakukan selebrasi layaknya pesepakbola yang senang karena telah mencetak gol. Bedanya, kami senang bukan karena telah mencetak gol, melainkan bisa kembali ke kelas untuk belajar. Anak disiplin gitu loh!
Gue dan Nabil langsung menuju kelas, dan... Astaga. Kekisruhan selanjutnya terjadi. 
Ketika gue sampai di kelas, ternyata jamkos. Namun, ada sesuatu yang sangat membuat gue gemetaran. Ghufron sedang marah-marah karena di absensinya tertulis "Bolos ke warung". Tulisan tersebut adalah hasil coretan gue. MAMPUS NIH GUE! 
Dan tak butuh waktu lama untuk Ghufron mengetahui pelakunya. Gue yang sedang duduk di kursi yang sengaja gue taruh di depan kelas pun langsung dihampirinya. Dengan tampang kriminal, dia menanyai gue, "Zim, lo yang nulis absensi gue bolos ya?" 
Badan gue lemas. Gue pipis dikit di celana. Dengan seribu rasa terpaksa, gue menoleh dan berkata, "I.... I... Iya, itu gue."
Boom!!!!
Ghufron langsung mencekik leher gue dan kemudian menyundul gue hingga terpental ke tembok besar China. Di sana gue diselamatkan oleh pengembara dari padepokan "Ten Rings" kepunyaan bokapnya Shang-Chi, yang sekarang dikelola oleh adik Shang-Chi, yaitu Xu Xialing. Oke, sampai sini gue ngarangnya kejauhan.
Pelajaran yang bisa gue ambil dari sepenggal kejadian di hari Ahad ini adalah: 
1. Jangan ngomong ngasal, karena ucapan adalah doa. Gue bertemu Arjun yang datang sangat awal, sedangkan Arjun adalah langganan terlambat, lalu gue berkata, "Bakalan ada sesuatu buruk nih." Eh, ternyata beneran kejadian buruk terjadi.
2. Jangan sekali-kali bermain-main dengan absensi, apalagi absensi tukang gulat seperti si Ghufron. Bisa-bisa lo disundul sampai ke negeri China. Seperti kata pepatah: Sundullah temanmu sampai ke negeri China. Lah?

Komentar

Postingan Populer