Sinta, Sang Penakluk Hati Pujangga
Jadi, ceritanya gue lagi scroll Pinterest, dan gue menemukan sebuah foto cewek yang mirip banget sama Sinta. Gue jadi pengin menulis tentangnya.
Gue tertarik untuk menulisnya karena gue rasa Sinta adalah salah satu orang yang berpengaruh besar di hidup gue.
Sinta, nama ini bukan nama asli doi, melainkan nama samaran. Gue sengaja samarkan namanya karena kalau gue pakai nama asli secara blak-blakan kayaknya bakalan ada sesuatu besar terjadi, invasi alien misalnya. Ah, sudah.
Pertemuan pertama kami hampir sama dengan pertemuan pertama gue dengan Angel. Bedanya, kalo gue dan Angel satu tim pbb di Porseni PAC 2021, sedangkan gue dan Sinta satu tim di senam lantas Porseni PAC 2019. Buat kalian yang belum tahu, Porseni kepanjangannya adalah Pekan Olahraga dan Seni. Sebuah event 2 tahunan yang diadakan oleh PAC (Pimpinan Anak Cabang) IPNU IPPNU kecamatan setempat. Atau oleh PC (Pimpinan Cabang) IPNU IPPNU setempat. Berhubung gue tinggal di Kertijayan, jadi Porseni tingkat kecamatan yang gue ikuti adalah Porseni PAC Buaran. Baru kalau seandainya gue menang di kecamatan, gue lanjut ke kota/kabupaten. Oke, balik ke cerita. Awalnya gue nggak terlalu notice dia siapa, yang gue tahu dia hanyalah seorang anak yang bersekolah di salah satu MA di kota Pekalongan, umurnya satu tahun lebih tua dari gue, dan ketika pertama kali bertemu dengannya, dia masih berpacaran dengan kakak kelasnya, ah siapa ya namanya... Lupa gue. Antiklimaks.
Nama cowoknya kalo nggak salah adalah Khafidz. Seorang aktivis IPNU di desanya, sekaligus aktivis OSIS di sekolah. Dia adalah vokalis grup rebana, dan mukanya menurut gue nggak ganteng-ganteng amat. Masih gantengan Nabil yang pakai kaos partai, lah!
Mereka ini suka mengumbar kemesraan di media sosial. Tidak jarang gue melihat story whatsapp Sinta yang sedang pamer ke-uwuan mereka.
Salah satu fotonya yang pernah gue komentari begini:
Gue berkomentar, "Kok gue nggak diajak nih?"
Dia menjawab, "Hahahaa."
Namun, beberapa bulan setelah unggahan tersebut gue sudah jarang melihat Sinta pamer ke-uwuan. Ada apa gerangan? Timbul pertanyaan di benak gue.
Januari 2020, kami kembali disatukan dalam sebuah tim, yaitu tim drama untuk lomba pentas seni di PAC IPNU IPPNU Kecamatan Buaran. Awalnya gue hanya ditanyai oleh ketua IPNU pada periode tersebut, Mas Haris, apakah bisa main drama seperti OVJ. Secara, pada tahun-tahun tersebut gue sering banget bikin video-video lucu. Konten kreator nih bos!
"Zim, bisa main drama kayak di OVJ-nya Trans7 nggak?" tanyanya.
"Kayaknya sih bisa, Mas. Emang kenapa ya?" gue membalikkan pertanyaan.
"Ini... dari PAC ada lomba pentas seni, aku penginnya IPNU IPPNU Kertijayan nampilin drama. Bisa?" Mas Haris terlihat sangat antusias meski dari gesture tubuhnya ia terlihat sedang meriyang.
"Aku usahain deh, Mas. Tak ambil pemainnya dari tim senam lantas kemarin aja ya."
"Iya, boleh. Nanti kalo mau ngadain latihan bilang ya. Ntar lanjut kontekan aja pokoknya."
"Iya, Mas."
Gue mulai mengumpulkan para calon pemain drama. Pemainnya masih sama dengan anggota tim senam lantas Porseni kemarin. Ada Sinta, Putri, Siti, Khanifah, Toni, Ali dan gue. Ditambah dua sahabat gue yang juga sering ikut membuat video bersama, yaitu Miftah dan Arif.
Pertemuan pertama gue dan semua anggota tim mulai membuat konsep cerita. Ditemani oleh Mas Haris, Mas Mahrus, dan Mas Irkham, The Real Content Creator, Fotografer, Videographer, dan masih banyak lagi bakat uniknya. Dia juga bisa nyuci piring sambil tutup mata. Sebuah bakat yang unik!
"Gue ada ide nih! Kita bikin tokoh utamanya pacaran, terus putus. Dramatis tuh!" kata Mas Irkham.
"Ide bagus, siapa nih yang jadi tokoh utamanya." tanya gue penasaran.
Semua orang yang berada di Madin An-Nur, tempat kami membuat konsep tersebut, langsung menunjuk ke arah gue. Lah?
"Lo tokoh utamanya." kata Haekal dan Atho bersamaan.
"Iya, lo kan sobat ambyar. Story whatsapp lo ambyar mulu!" Arif menambahi. Gue ter-skak.
Mas Haris terkekeh melihat kelakuan kami. Sejurus gue melihat dia tersenyum melupakan sakit yang sedang ia derita. ME... RI... YANG...
"Yang jadi ceweknya siapa?" Sinta bertanya.
"Lo dong. Lo kan paling cantik. Yang lainnya..." Mas Irkham langsung menohok, namun berhenti di kata "yang lainnya". Para cewek memandanginya.
"Pulang yuk!" Putri ngambek, diikuti Khanifah dan Siti yang ngambek juga.
"Ehh jangan pada gitu dong, bercanda kali... Ya, nggak, Mas?" Haekal memadamkan suasana yang mulai keruh. Singkat cerita, kami semua berhasil menyelesaikan konsep cerita malam itu. Malam selanjutnya kami mulai berlatih.
Dari peran menjadi cowok Sinta inilah gue mulai merasakan "Falling In Love" atau apalah itu. Gue mendadak bucin akut terhadapnya. Hormon Oksitosin dan Vasopressin dalam tubuh gue menekan jumlah Dopamin dan Ephineprin yang menyebabkan gue menjadi sangat ingin bersama dia. Sehingga ketika berada di dekatnya, gue selalu merasa bahagia.
"Untuk saat ini, gue ngerasa lagi ada di film India." ucap gue dalam hati sambil masih menatap mata Sinta yang indah. Bulu matanya yang lentik, struktur wajahnya yang bulat agak lonjong dan nggemesin, serta kacamata boboho yang menjadi ciri khasnya.
"Lo kenapa, Zim? Kok diem?" Sinta terheran-heran melihat gue yang terpaku pandangannya.
"Gue suka.." gue ngelantur dan mulai keluar dari dialog.
"Zim... dialognya!"
"Astaghfirullahh, maaf maaf... anu..." gue tersadar dan pipi gue memerah. Semua yang ada di ruangan latihan langsung mengompori kami.
"Cieeee cieeee, kayaknya ada yang cinlok nih!!" Haekal memulai sesi kompor-perkomporan.
"EKHEMMM, BATUK NIHH!" Atho mengencangkan suaranya.
"Pulang yuk, ada yang bucin." Putri mengulangi kata-katanya seperti saat pertama kali diadakan pertemuan.
Sejak saat itu, gue tahu sesuatu. Gue naksir dia. Padahal waktu itu, gue sedang jadian dengan cewek se-angkatan gue, Kayla. Semenjak gue naksir Sinta, gue jarang ngasih kabar ke Kayla. Dasar buaya!
Kayla, kalo lo baca ini, gue minta maaf ya :)
Hari pementasan pun tiba. Malam jumat yang hangat. Udara berhembus sangat bersahabat. Gue sedang di rumah Miftah bersama dengan Miftah dan Mas Irkham untuk mempersiapkan properti drama.
"Backsound udah ready semua?" Mas Irkham memeriksa kesiapan drama kami.
"Udah." jawab Haekal.
"Kopi, kerdus buat wadah kopi, sapu, helm ojek online, semuanya ada. Yuk, berangkat. Anak-anak suruh kumpul di madin." ujar Mas Irkham sembari mengencangkan ikat pinggangnya yang mulai mengendur karena seharian bolak-balik bersama gue mencari properti.
"Jangan lupa mandi, kita semua belum mandi. Kecuali lo!" gue menimpali.
"Ya, gue kan nggak ikut kalian. Gue siap siap dulu ya, kalian nanti kalo udah selesai langsung ke madin aja, kita ketemu di sana." Haekal menanggapi gue dengan sangat mantap.
Semua orang sudah berkumpul. Kami melakukan gladi bersih sebentar sebelum berangkat ke tempat lomba. Pukul 20.00 kami sudah sampai di tempat lomba, dan mendapatkan nomor urut 3. GILA.
"Zim, gue deg-degan banget nih." Sinta merengek. Dia seperti anak kecil yang ikut berwisata dengan keluarga besarnya, namun terpisah dari rombongan.
"Udah, tenang aja. Kasih yang terbaik kayak waktu latihan. Masalah menang atau nggak itu belakangan." gue berlagak layaknya anak SMA yang gagah yang sangat bisa memotivasi pacarnya, namun bedanya gue nggak memotivasi pacar, gue memotivasi teman. Dan bedanya lagi gue nggak gagah. Beda tipis, tapi miris.
"Selanjutnya, nomor urut tiga... IPNU IPPNU Kertijayan!!!" dari luar terdengar suara MC memanggil kontingen kami. Deg...
"Udah dipanggil tuh, yuk maju! Bismillah dulu." ucap Mas Irkham, penuh ketegangan.
Drama pun dimulai. Adegan pertama menunjukkan gue sedang duduk bersama dengan Sinta di sebuah taman, namun gue sibuk bermain game online.
"Ihhh sayang, kok kamu cuekin aku sih? Dari tadi main game mulu!" Sinta mulai memainkan dialognya.
"Busett, ini dia beneran manggil gue sayang atau gimana ya? Atau ini mimpi? Tidak, ini bukan mimpi!" gue bertanya-tanya dalam hati kecil gue. Saking kecilnya, jarang punya belas kasihan.
Adegan demi adegan berlangsung dengan baik. Hingga sampai di ending drama tersebut. Endingnya adalah Sinta jatuh ke pelukan Haekal yang berperan sebagai tukang jaga konter. Miris. Ambyarrr!!
Usai pementasan kami berfoto bersama-sama. Terlihat Mas Haris dan Mbak Ma'rifah, ketua IPPNU, tersenyum sangat bangga. Gue juga merasakan hal yang sama.
"Good job, kalian hebat!!" katanya.
"Makasih, Mas."
"Buat ngerayain penampilan kalian, malem ini saya traktir kalian nasgor!"
"Asyikkkk!!!" kami semua berteriak kegirangan, antusias.
Di warung nasi goreng inilah gue mulai dekat dengan si Sinta, dan gue juga mulai tahu kenapa dia sudah jarang umbar kemesraan di WhatsApp lagi.
"Lo sekarang udah jarang posting foto bareng si 'dia' emangnya kenapa, Sin?" gue membuka percakapan.
"Gue udah putus, Zim. Dia jalan sama cewek lain beberapa bulan yang lalu." Sinta menanggapi pertanyaan gue dengan raut muka yang agak sedih.
"Waduh, kasian ya lo. Kayaknya gue lebih baik nggak nanya lagi deh, lo lanjutin makan aja deh, Sin."
"Iya, Zim. Makasih ya."
"Makasih buat apa?"
"Lo belakangan ini..."
"Ekhemm!!!" Haekal kembali memulai sesi perkomporan. "Kayaknya dramanya belum selesai nih! Ya, nggak, Tho?"
"Iya, nih. Kita di sini cuma jadi obat nyamuk!" Atho ikut berpartisipasi mengompori.
"Kayaknya bakalan lanjut di kehidupan nyata pacarannya." Mbak Marifah yang dari tadi ngobrol bersama yang lain, pun ikut berpartisipasi mengompori.
"Ih, apaan sih." pipi Sinta memerah. Gue juga demikian.
Semenjak saat itu, gue semakin dekat dengan Sinta. Kebucinan gue semakin akut. Gue jadi gampang melupakan hal-hal penting seperti pelajaran dan beberapa hal lainnya. Termasuk gue juga lupa kalau gue masih jadian dengan Kayla. Buaya bego emang.
Komentar
Posting Komentar