Hampir Loncat Kelas

    BARU beberapa hari yang lalu gue dan seluruh anggota keluarga gue membahas kuliah, dua hari setelahnya, di sekolah gue didatangi oleh sekelompok mahasiswa dan dosen dari salah satu universitas swasta di kabupaten Pekalongan. Mau promosi kampus kelihatannya.

   Namun, gue abai dengan kehadiran mereka. Gue lebih tertarik membaca buku pepak bahasa Jawa kepunyaan gue waktu masih MI. Di samping gue, Nabil tengah membaca salah satu buku karya bang Raditya Dika, yaitu "Ubur-ubur Lembur". Dari sini kita bisa tahu; kelas sedang kosong. Tidak ada ustaz yang masuk untuk mengisi pelajaran. Yah, mungkin karena ini hari bebas, jadi... sekolahan sepi.
   Sesekali Nabil tertawa terbahak-bahak karena buku yang ia baca penuh dengan humor. Gue juga ikut tertawa. Sekarang kami berdua terlihat seperti dua idiot yang hobi membaca buku. Idiot macam apa kami ini?
   Tiba-tiba dari bawah tangga, terlihat Pak Ustaz Yulianto tengah menghadang Nayif dan Khafid yang hendak mengeluarkan sepeda motor mereka dari parkiran sekolah. 
"STOPP!! KALIAN MAU KE MANA?" kata Pak Yuli.
"Kosong kok, Pak. Kami mau pulang," jawab Nayif, to the point.
"Jangan pulang dulu, masuk ke kelas 12 IPS 2. Cepat!" tegas Pak Yuli.
 Nayif dan Khafid langsung menuruti perintah dari Pak Yuli yang terlihat cukup kesal karena tidak terlalu banyak anak yang berangkat sekolah
Gue yang mendengar suara-suara gaduh tersebut, tertarik untuk memeriksa sumbernya. Lalu, gue dapati Pak Yuli tengah mengarahkan Nayif dan Khafid, kemudian beliau memanggil gue.
"Heh, Sya'bana. Sini turun." Pak Yuli melambai-lambaikan tangannya yang gemoy ke arah gue.
"Saya, Pak?" tanya gue, polos.
"Iya, kamu... Temen yang lain juga diajak... Cepetan!" 

Gue langsung memanggil seluruh anak yang tersisa di kelas. Mereka adalah Nabil, Rohid, Abdillah, Syafi', Wafa, dan Tsaqif Hanan. Mereka langsung bergegas turun.

Ketika gue sampai di tangga terakhir, Pak Yuli langsung menghadang gue. Sementara teman-teman lain masih di atas gue, tangan gue sudah ditarik paksa masuk ke kelas 12 IPS 1. Sedangkan teman-teman yang lain masuk ke kelas 12 IPS 2. Lah...
Kakak-kakak kelas 12 IPS 1 langsung memandangi gue dengan heran dan penuh pertanyaan. Salah satu dari mereka bahkab bertanya ke gue sambil terkekeh, "Ngapain lo ke mari?"
"Nggak tau, disuruh Pak Yuli."
 Salah satu dari dua dosen yang masuk ke kelas tersebut mengucapkan salam. Gaya bicaranya unik. Ala-ala presenter tv cringe yang sering gue lihat setiap malam. Bedanya, Pak Dosen ini nggak cringe. Gue yang cringe!
"Maksud dari kedatangan kami ke sini adalah untuk memperkenalkan kampus kami, kampus bla bla bla," Pak Dosen mengutarakan maksud kedatangannya dan pada mahasiswanya. Kedatangan mereka bermaksud untuk mempromosikan dan memperkenalkan kampus mereka, tentunya target mereka adalah anak kelas 12 yang sebentar lagi bakalan lulus. Sementara gue? Gue ngapain di kelas 12 IPS 1? Ngutil bolpoin?

Salah satu mahasiswa mengatakan bahwa di kampus mereka ada jurusan akuntansi, tata administrasi perkantoran, bisnis dan beberapa hal yang agak aneh untuk didengar di telinga gue. Yang gue ingat cuma 'si si si si apalah'. Gue yang masih kelas sebelas, meskipun agak bego, gue sedikit bisa mencerna perkataan demi perkataan mahasiswa yang si 'si si si apalah itu'.
Kakak kelas yang di sebelah gue, Melvin, bertanya kepada mahasiswa yang sedang presentasi tersebut. 
"Kak, kalo di kampus kakak ada PMR-nya gitu nggak?" tanya Melvin, berhubungan dengan jabatannya dulu waktu kelas sebelas sebagai ketua PMR yang baru saja ia tuntaskan awal semester ini.
"Oh, kalo di kampus kami belum ada, tapi masih mau dibentuk, dan namanya PMR di tingkat kampus itu bukan PMR, tapi KSR," singkatnya.
"Oh, begitu. Terima kasih, Kak." Melvin puas mendengar jawaban dari Si Mahasiswa.
Kemudian, Melvin mendapatkan kalender. Hadiah karena sudah berani bertanya.

Dalam hati gue juga pengin bertanya karena ada sesuatu yang masih mengganjal di kepala gue yang peang ini. Gue pun memberanikan diri untuk berdiri, lalu mengangkat tangan.
"Yak, silakan masnya. Mau tanya apa?" salah satu mahasiswa yang bermuka bulat bertanya ke gue.
"Saya mau tanya nih, Kak... jadi..." belum selesai gue berbicara, ada kakak kelas yang menyela.
"KELAS BERAPA?!?!" katanya.
Seluruh kelas tertawa, gue pun ikut tertawa.
 "Saya mau tanya, Kak. Bedanya D3 sama S1 itu apa ya? Tadi sempat denger bahwa kampus kakak jenjangnya D3. Makasih, Kak."
"Pertanyaan yang bagus, nih ambil kalendernya," kata si Mahasiswa berwajah bulat.
"Silakan, Pak. Barangkali mau menjawab." si Mahasiswa berwajah bulat menyerahkan pertanyaan gue ke Pak Dosen.
"Jadi gini... D3 itu..." Pak Dosen mulai menjelaskan apa perbedaan D3 dan S1, gue hanya melongo. Tidak terlalu paham. Yang gue ingat dari perkataan beliau adalah kalau D3 itu seperti SMK alias sudah siap kerja, sedangkan S1 seperti SMA, masih harus kuliah. Lah, tapi S1 kan juga kuliah? Hmm. Namun, di satu sisi meskipun gue bingung, gue bangga dengan diri gue. Status gue masih kelas 11, namun pertanyaan gue sangat berbobot. Cieee. 

Promosi kampus tersebut berakhir dengan Pak Dosen mengucap salam. Gue pun keluar dari kelas 12 IPS 1 dengan perasaan aneh. 
"Oh, jadi gini rasanya loncat kelas," kata gue dalam hati.
Lalu gue berpapasan dengan Nabil yang tadi masuk di kelas 12 IPS 2. Semua anak yang masuk kelas ini adalah kelas 11. Karena penghuni kelas yang sesungguhnya pada ghaib. 

"Weh, dapat kalender juga lo!" ucap gue.
"Gue gitu loh, nanya mulu," jawab Nabil menyombongkan diri, sekarang sudah akut, melebihi Fir'aun dan bala tentaranya.
Nabil kemudian ngoceh lagi, "Tapi di kampus itu nggak ada yang gue minat blas... Akuntansi, itung-itungan, ahh nggak banget buat gue. Terus... emmmm." Gue kemudian menyela pernyataan Nabil yang blak-blakan tersebut.
"Emang lo pengin kuliah jurusan apa?"
"Gue pengin sastra." Nabil menjawab mantap.
"Keren! Sama gue aja ke Purwokerto... Abang gue bilang gue suruh ke sana. Nggak perlu ngekost, soalnya deket rumah Pakde gue," gue antusias.
Lalu, di sinilah kami berakhir di sekolah. Nabil duduk di jok belakang sepeda motor gue. Dan gue di depan men-stater sepeda motor gue. Mumpung libur, kami memutuskan untuk menonton film di rumah gue.
Lalu pertanyaan tersebut muncul dari Nabil, "Emang gue boleh ikut lo ke rumah Pakde lo?"
"Ya, siapa yang ngelarang?" gue bertanya balik.
"Ya, nggak ada, sih. Cuma... risih aja dong, masa gue numpang," celoteh Nabil.
Gue tidak menjawab pertanyaan Nabil tersebut. Gue memacu sepeda motor dengan kencang, lalu sampailah kami di rumah gue.

"Lo tau apa yang lucu?" Nabil mulai mengoceh lagi.
"Apaan tuh?" tanya gue penasaran.
"Tadi si Faza itu nanya ke mahasiswanya, nanyanya gini 'kalo kuliah itu cewek cowok gabung nggak'. Hahahaa," jelas Nabil.
Gue tertawa terpingkal-pingkal. Untuk beberapa hal yang mengganjal di pikiran mengenai kuliah, si Faza malah menanyakan sesuatu yang kurang penting.
Namun, mungkin bagi Faza itu adalah sesuatu yang penting. 12 tahun bersekolah di Simbangkulon memang sulit satu kelas dengan cewek. Karena di sini menerapkan sistem ponpes. Sesuatu yang tidak terlalu penting buat kita memang kadang penting banget buat orang lain.


Komentar

Postingan Populer