Di Luar Dugaan
Hari ini semua hal berjalan di luar dugaan gue. Mulai dari ulangan Sejarah Indonesia yang di luar dugaan, sampai ke adik kelas yang lebih berwibawa dari gue. Hingga lecetnya kaki dan hati gue.
Pagi ini masih seperti pagi-pagi lainnya. Gue berangkat sekolah, berpamitan dengan orang tua, lalu mengerjakan soal ulangan akhir semester. Namun, hari ini berjalan di luar dugaan gue. Semalaman gue hanya belajar materi sejarah Indonesia saja, sedangkan pelajaran yang pertama diujikan hari ini adalah Aqidah Akhlaq. Mampus!
Begitu sampai di sekolah, gue menghampiri Nabil yang sudah duduk manis di meja tesnya. Gue bertanya, "Sejarah Indonesia dari mana nih materinya?"
"Hari ini Aqidah Akhlaq dulu," jawabnya singkat, sambil masih memandangi buku bacaan Aqidah Akhlaq yang ia pinjam di perpustakaan.
"MAMPUS NIH GUE!" gue menepuk jidat. "Pinjem bukunya sebentar!!"
Gue langsung melakukan SKS (Sistem Kebut Semenit). Ya, gue sangat kepepet.
Bel berbunyi, semua anak masuk ke ruangan tes masing-masing. Gue pun pergi meninggalkan Nabil di ruangannya untuk masuk ke ruangan gue. Dengan mengucap basmallah, saya resmikan... GEDUNG OLAHRAGA DESA KERTIJAYAN!!!!!
Hening.
Dengan mengucap basmallah, gue pun membuka soal-soal dengan perasaan setengah takut. HAHHHHH?
Alhamdulillah, soal yang diujikan tidak terlalu sulit untuk gue nalar. Ya, lo tahu sendiri lah, orang kalo udah kepepet gimana... Asal nge-nalar aja. Kayak gue.
Soal Aqidah Akhlaq berhasil gue taklukkan, lalu pelajaran kedua pada hari ini, yaitu Sejarah Indonesia. Gue sudah membaca penjabaran kisi-kisi. Dan di hati kecil gue, gue berkata, "Semoga gampang."
Soal keluar, soal berbeda dengan yang ada di otak gue. Sejujurnya, sih, yang ada di otak gue bukan pelajaran, melainkan, "Abis ini selesai gue mau jajan apa ya?" Absurd.
"ASTAGHFIRULLAH SOALNYA YA ALLAH. MATI GUE KALO GINI CARANYA!" gue kembali menepuk jidat gue yang sudah terlanjur peang. Sekarang jadi penjol. Gue nggak ngerti bedanya peang dan penjol.
Gue ngasal. Gue pun keluar dari ruang tes dengan muka yang kecut dan asem. Seperti bau seng berkarat yang ketemu tauco yang udah expired: bikin males.
"Kenapa lo mukanya kusut gitu?" tanya Nabil, membuka percakapan.
"Soalnya di luar dugaan semua. Padahal tadi malem gue udah baca," kata gue, kecewa. Dan masih dengan muka yang kecut dan asem.
"Lo baca cuma semenit, abis itu main handphone, mana bisa paham. Makanya kayak gue!" Nabil menyombongkan diri, lebih sombong dari Fir'aun.
Gue pun turun tangga dengan hati yang hancur berkeping-keping. Namun, di tengah kehancuran hati gue tersebut, tiba-tiba muncul sesosok makhluk ghaib. Bukan. Sesosok siswa yang bertubuh tinggi dan kekar. Dia adalah Adhie. Teman sekelas gue. Dia langsung membuka percakapan, "Zim, ikutan futsal ya nanti pulang sekolah! Tanding sama anak kelas 10."
"Wahh, kayaknya asik, tuh. Boleh!" gue antusias mendengar ajakan Adhie tersebut. Gue sujud syukur. Di dalam hati gue berkata, "Kayaknya ini penawar hati gue yang sedah hancur."
"Ada Rohid nggak?" gue bertanya.
"In sya Allah ada."
Rohid meriyang. Sungguh bertentangan dengan fakta.
SEPULANG sekolah, kami semua berkumpul di rumah Budi. Di sana sudah ada Adhie, Syahdan Aula, dan tentunya Budi. Gue datang bersama Nabil.
"Segini doang nih yang futsal?" tanya gue.
"Udah pada di lapangan." Adhie menjawab.
"Oh, gitu. Yuk berangkat!"
Sesampainya di Viva Sport Arena, tidak ada siapa pun di sana. Alamat palsu lagi nih! Tiba-tiba handphone Budi berbunyi. Terdengar suara anak kelas 10 yang masih cempreng, tanda belum akil balig.
"Bang, futsalnya pindah di Jagad Futsal Buaran." suara cempreng tersebut mengisyaratkan bahwa seluruh anak kelas 10 yang akan bertanding sudah berkumpul di sana.
"Oh, yaudah. Otw nih!" Budi menjawabi dengan suaranya yang sangat berat, tanda sudah akil balig sejak ribuan tahun yang lalu. Perasaan gue nggak enak. Terakhir gue futsal di sana, kaki gue lecet-lecet, tangan gue diamputasi, kepala gue diperban layaknya tokoh utama ftv yang ditabrak mobil. "Pertanda buruk nih," kata gue.
Tak lama kemudian, datanglah Mawang dan Hanafi.
"Zim, lo boncengan sama Hanafi, sama Syahdan, gue biar sama Nabil aja. Mawang sama Budi, sama Nabil (KW)." perintah Adhie.
"Oke deh!" gue mengiyakan.
Ketika di Jagad Futsal, yang kini sudah disulap juga menjadi restoran dan cafe pada bagian depannya, gue melihat beberapa cewek cantik umur dua puluhan sedang nongkrong. Nabil tiba-tiba mengusik pemandangan indah tersebut.
"WOY ZIM LO TAHU GAK HAHHH!!?!?! SI ADHIE KALO NYETIR LEBIH NGGAK BERAKHLAQ DARI GUE!" singkatnya.
"Bagus deh kalo gitu, sekarang kalian semua tidak-berakhlaq-dalam-berlalu-lintas." kata gue ngelantur.
"Nah, itu dia anak-anak kelas 10!" Syahdan menunjukkan tangannya ke arah lapangan yang sudah dipenuhi anak-anak kelas sepuluh.
Di sana ada tiga junior gue di organisasi jurnalistik. Mampus. Kalo gue mainnya jelek, pasti harga diri gue turun.
"Ini semua di luar dugaan gue." gue mulai cemas dan was-was. Namun, kali ini gue nggak pipis di celana.
"Yok, main!" salah satu dari mereka mempersilakan kami untuk masuk lapangan. Handphone gue berbunyi, sebuah chat masuk. Dodo di sana.
"Posisi." bunyi chatnya.
"Jagad Futsal."
"Otw!"
"Kenapa nggak dari tadi, kampret!"
"Lo nggak ngajak gue, kampret!"
Kami berdua saling kampret-mengkampretkan.
Pertandingan dimulai, junior gue yang bernama Faza mulai memainkan permainan ciamiknya. Dia menggocek ke kanan dan kiri, sementara gue melongo di sisi lapangan paling kiri.
"Faza, oper!" kata salah satu dari mereka yang gue nggak tahu namanya.
"Ambil nih!"
BOOMMMM...
Bola masuk ke gawang.
Dalam kurun waktu 10 menit, 6 gol masuk ke gawang kami para anak kelas 11. Sungguh kakak kelas yang bodoh dalam urusan olah raga.
Dodo pun datang dengan Sandi. Harapan baru bagi kami semua.
"DOOO, MASUK!" gue berteriak.
Dodo dan Sandi masuk. Permainan dilanjutkan.
"Oper oper oper!" gue meminta bola kepada Dodo.
"Ambil nih!" Dodo memberikan bola dengan kaki kanan bagian dalamnya.
Kaki kanan gue langsung melayang untuk melakukan tendangan langsung. Dan...
Hasilnya tidak gol. Dari 5 tembakan yang kami lakukan, tidak satu pun yang menjadi gol.
Kemudian, dua junior gue yang lain, yaitu Idris dan Aril masuk. Mampus kuadrat. Mending gue di rumah rakit PC.
Idris yang baru masuk langsung menggocek dan menipu gue dengan gerakan yang lihai. Gue terjatuh, nggak bisa bangkit lagi, tenggelam dalam lautan luka dalam. Gue tersesat dan tak tahu arah jalan pulang. Oke, sekarang kita karaoke-an aja kali ya.
#nowplaying: Rumor - Butiran Debu.
Wibawa gue hilang. Karena malu sehabis ditipu dan terjatuh, gue meningkatkan intensitas permainan. Salah satu dari mereka ada yang mencoba merebut bola dari gue. Gue melindungi bola dengan segenap jiwa dan raga gue. KU PERTARUHKAN NYAWAKU DEMI DIRIMU!!!!
Namun, usaha tersebut gagal. Si Adik Kelas ini tetap berhasil mengambil bola dari gue. Karena emosi, gue melakukan sliding tackle kepadanya.
"ARGHHHH!!" Si Adik Kelas terjatuh dan berteriak kesakitan, meringis. Sementara gue tidak meminta maaf, hanya melongo, sungguh tindakan yang tidak terpuji.
#nowplaying: Opick - Terangkanlah.
Karena lapangan di Jagad Futsal ini adalah lapangan sintetis, kaki gue langsung berdarah setelah melakukan sliding tackle. Gue langsung keluar dari lapangan minta digantikan pemain lain yang baru datang dari alam lain. Lah?
Nabil yang tidak paham permainan futsal hanya tidur-tiduran di kursi penonton, dia kemudian terbangun melihat gue yang datang dengan muka yang lebih kecut dari tadi pagi.
"Muka lo kenapa lagi?" Nabil bertanya dengan muka yang ikut dianeh-anehin.
"Nih liat kaki gue!"
"Cemen amat tuh kaki! Baru diajak futsal bentar udah lecet." Nabil kembali menyombongkan diri.
"Lah, daripada lo nggak ikutan main." jawab gue, singkat, padat, dan jelas.
"Pulang aja yuk ah! Males gue di sini!" Nabil mengalihkan pembicaraan.
"Lo yang nyetir deh! Kaki gue lecet gini."
Nabil menuntun gue berjalan ke parkiran di dekat cafe. Lalu sejurus kemudian, terlihat dua sejoli tengah bermesraan di tengah cuaca yang mendung mesra. Mereka saling suap-suapan, korupsi-korupsian, pungli-punglian. Lahhh?
"Pengen pacaran lagi ya?" Nabil menepuk bahu gue dengan muka yang masih dianeh-anehin.
"Kaki gue hari ini udah ancur, sekarang hati gue yang ancur... Gue kalo ngelihat gini jadi inget..." belum selesai gue berbicara, Nabil memotong.
"SSHHH, udah gue duga lo bakal ngomong gitu. Yuk, pulang aja."
"Emang sih, hari ini banyak yang di luar dugaan. Tapi kalo yang satu ini, gue udah duga." muka gue semakin kusut.
"Udah, nih pake jas ujannya, udah gerimis tuh." Nabil kembali menepuk bahu gue. Gue kemudian langsung naik ke sepeda motor gue dan memakai jas hujan yang bisa digunakan untuk dua orang ini. Bersamaan dengan gue memakai jas hujan, gerimis berhenti. Tidak ada tanda-tanda air yang turun dari atas langit. Gue melepas jas hujan, lalu berkata, "Lah... Nggak ujan rupanya."
Sepeda motor gue kemudian menjauh dari Jagad Futsal. Meninggalkan teman-teman sekelas dan adik-adik kelas yang lebih jago bermain futsal daripada kakak-kakak kelasnya. Yang gue tahu, hidup akan selalu dipenuhi dengan kejutan-kejutan. Dan kejutan tersebut tidak selamanya hal yang sangat "Wah". Kejutan dalam hidup bisa hadir dari hal-hal sederhana dalam hidup kita. Seperti ketika gue belajar, namun salah pelajaran. Lalu, adik-adik kelas yang sangat jago. Dan masih banyak lagi.
Ketahuilah, di dalam setiap kejutan yang tak terduga, akan selalu ada hal yang lebih mengejutkan, namun bisa diduga. Seperti dua sejoli yang tengah bermesraan di tengah mendung yang mesra.
Yang gue tahu, hari ini kaki gue lecet, dan hati gue juga lecet menyaksikan mereka saling suap suapan. Pencerahan itu pun hadir. Meski lecet, gue harus tetap berdiri untuk bisa naik ke sepeda motor, dan meski hati gue lecet karena teringat masa lalu, gue harus terus berjalan menjalan kehidupan ini. Setidaknya, akan ada kejutan yang hadir suatu hari nanti. Semoga.
Benjol sejak lahir bilek:)
BalasHapusKasihan.
Hapus